Menanam Nilai Keberagamaan Sejak Dini: Harmoni Keteladanan dan Aktivitas Pembelajaran

 

Menanam Nilai Keberagamaan Sejak Dini: Harmoni Keteladanan dan Aktivitas Pembelajaran

Oleh : Hanhan Hasbiyani Ridwan (2486080093)

 

Menurut Al-Ghazali, anak adalah titipan yang diberikan kepada orang tuanya. Hatinya masih murni, layaknya permata yang belum tergores. Jika sejak dini dibimbing dengan kebaikan dan ajaran yang benar, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dan akan meraih kebahagiaan dunia serta akhirat. Dalam hal ini, orang tua, guru, dan semua pendidiknya akan memperoleh pahala. Sebaliknya, bila anak dibiarkan tanpa bimbingan, seperti hewan yang tak dikendalikan, dan dibiarkan terbiasa dalam keburukan, maka ia akan rusak. Tanggung jawab atas kerusakan itu akan ditanggung oleh mereka yang seharusnya membimbing dan mengasuhnya. Masa kanak-kanak merupakan periode paling krusial dalam pembentukan karakter, termasuk dalam aspek spiritual dan moral. Dua jurnal yang dianalisis — satu mengenai penerapan metode Kibar dalam pembelajaran huruf hijaiyah, dan satu lagi tentang implementasi pengembangan nilai moral-agama melalui metode keteladanan — menyampaikan pesan yang sama: bahwa pendidikan keberagamaan di usia dini harus ditanamkan secara sistematis, menyenangkan, dan sesuai dengan dunia anak.

 

Penelitian yang berjudul "Hubungan Antara Aktivitas Anak pada Penggunaan Metode Kibar dengan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah Anak Usia Dini di Kelompok A RA At-Taqwa Kecamatan Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya" ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara tingkat aktivitas anak saat menggunakan metode Kibar dalam pembelajaran Alquran dengan kemampuan mereka dalam membaca huruf hijaiyah. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah adanya ketimpangan yang terlihat antara antusiasme tinggi anak dalam mengikuti metode pembelajaran tersebut dengan hasil yang kurang maksimal dalam membaca huruf hijaiyah. Penelitian ini menunjukkan bagaimana metode Kibar, yang merupakan pengembangan dari metode Iqra, dapat meningkatkan antusiasme anak dalam mengenal huruf hijaiyah. Anak-anak terlihat sangat aktif mengikuti kegiatan yang dirancang interaktif dan aplikatif. Aktivitas membaca, memperhatikan, mendengarkan, dan mengingat menjadi bagian integral dari proses pembelajaran yang mampu menarik minat mereka. Namun, menariknya, meskipun tingkat keaktifan tinggi, kemampuan membaca huruf hijaiyah belum sepenuhnya optimal. Di sinilah kita melihat bahwa aktivitas belum tentu selalu linier dengan hasil belajar. Artinya, peran metode bukan hanya membuat anak aktif, tetapi juga perlu memastikan bahwa pemahaman dan kompetensi yang ingin dicapai benar-benar terinternalisasi.

 

Berbeda dengan jurnal pertama yang menekankan aspek kognitif dan aktivitas pembelajaran formal, penelitian berjudul “Implementasi Pengembangan Nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini Melalui Metode Keteladanan di TK Al-Muhsin” yang dilakukan oleh Fitriyah lebih menyoroti pendekatan afektif dan perilaku dengan menggunakan metode keteladanan. Guru di TK Al-Muhsin tak hanya mengajarkan hafalan doa atau bacaan salat, tetapi juga memperagakan secara langsung nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, seperti meminta maaf, mengucapkan salam, dan bersikap sopan kepada yang lebih tua. Pendekatan ini menjadikan guru sebagai sosok panutan yang secara tidak langsung membentuk kebiasaan anak melalui proses imitasi. Keberhasilan metode ini terletak pada kesesuaian dengan karakter anak usia dini yang lebih mudah meniru daripada memahami nasihat secara abstrak.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah ini bertujuan untuk memahami bagaimana nilai-nilai agama dan moral ditanamkan pada anak usia 4-5 tahun dengan menggunakan metode keteladanan. Fokus utamanya adalah pada pengembangan aspek spiritual dan etika melalui pendekatan yang konkret, praktis, dan konsisten oleh guru dalam konteks keseharian anak di sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai agama dan moral dilakukan secara berkesinambungan dalam berbagai tahapan kegiatan belajar mengajar, mulai dari pembukaan hingga penutupan kelas. Guru tidak hanya menyampaikan prinsip-prinsip secara verbal, tetapi juga memberikan contoh nyata yang langsung dapat ditiru oleh peserta didik. Beberapa bentuk keteladanan yang diberikan antara lain menghafal surat-surat pendek dan doa harian, pelaksanaan salat dhuha bersama, serta pembiasaan perilaku sopan seperti mengucapkan salam, meminta maaf, dan menggunakan kata “tolong” saat meminta bantuan. Praktik-praktik ini menunjukkan bahwa pembelajaran nilai-nilai tersebut tidak bersifat teoritis semata, melainkan terintegrasi dalam rutinitas dan interaksi sehari-hari anak dengan guru dan teman sekelas.

Misalnya, kegiatan salat dhuha dilakukan secara rutin di ruang kelas yang dipandu oleh guru, menunjukkan pentingnya membiasakan anak menjalankan ibadah sejak dini. Anak-anak diajak melaksanakan salat bersama, dengan bimbingan langsung dalam pelafalan dan gerakan. Sementara itu, keteladanan dalam perilaku sopan ditanamkan melalui contoh guru dalam berinteraksi, seperti membungkuk saat lewat di depan orang tua dan berbicara dengan nada lembut. Anak-anak juga diajak untuk menghafal doa dan surat pendek secara berulang, dengan guru terlebih dahulu melafalkannya, lalu diikuti oleh murid-murid. Hal ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai dilakukan secara alami melalui proses imitasi. Lebih lanjut, pembentukan karakter melalui metode keteladanan dianggap sangat efektif karena anak usia dini cenderung meniru perilaku orang dewasa yang menjadi figur utama di lingkungan mereka. Dalam konteks ini, guru berperan bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai model perilaku. Konsep ini sejalan dengan filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya contoh nyata dalam membentuk sikap dan perilaku anak. Ditegaskan pula bahwa anak-anak yang sejak dini dibiasakan dengan nilai-nilai agama dan moral yang baik, cenderung memiliki perilaku yang lebih terpuji dan siap bersosialisasi secara positif dalam masyarakat.

 

Jika kedua pendekatan ini disandingkan, maka kita melihat bahwa keberhasilan pendidikan agama pada anak usia dini sesungguhnya bukan hanya terletak pada metode semata, tetapi pada perpaduan harmonis antara aktivitas kognitif dan pembiasaan sikap spiritual melalui keteladanan. Mengajarkan huruf hijaiyah dengan metode Kibar adalah bentuk penanaman aspek religius yang bersifat simbolik dan teknis, sedangkan memberi contoh langsung dalam berperilaku adalah bentuk pembentukan akhlak secara nyata. Keduanya tidak saling menegasikan, melainkan saling melengkapi.

Pendidikan agama tidak boleh hanya berfokus pada pencapaian target hafalan dan bacaan, sebab spiritualitas sejati anak lahir dari pembiasaan yang konsisten dan ditopang oleh pengalaman positif bersama orang dewasa di sekitarnya. Jika seorang guru menunjukkan kebaikan, kesabaran, dan ketulusan dalam berinteraksi, anak tidak hanya mengingat kata-katanya, tetapi juga meniru sikapnya. Oleh karena itu, metode keberagamaan harus memperhatikan aspek afektif anak, tidak sekadar menjejali dengan pengetahuan agama.

Selain itu, penting pula disadari bahwa pendidikan agama di usia dini bukan tugas satu pihak. Sekolah dan keluarga harus bersinergi. Apa yang ditanamkan guru di sekolah akan lebih efektif jika didukung oleh praktik yang serupa di rumah. Keteladanan orang tua dalam keseharian menjadi pondasi utama agar nilai-nilai yang diajarkan di sekolah tidak kehilangan makna di lingkungan rumah.

Kesimpulannya, kedua jurnal tersebut menegaskan bahwa pendidikan agama di usia dini harus dibangun di atas fondasi kasih sayang, keteladanan, dan aktivitas yang relevan dengan dunia anak. Guru sebagai fasilitator pembelajaran dan role model memiliki peran penting dalam membentuk keberagamaan anak. Sementara itu, metode seperti Kibar dapat menjadi alat bantu efektif dalam memperkenalkan aspek teknis keberagamaan. Pendidikan spiritual yang berhasil bukan hanya yang mencetak anak hafal doa dan ayat, tetapi juga yang melahirkan pribadi berakhlak mulia, santun, dan mencintai Tuhannya dengan kesadaran, bukan sekadar hafalan.




TUGAS ASINKRONUS 

Mata Kuliah: Metode Pengembangan Keberagamaan 

Dosen : Dr. Suwendi, M.Ag Program 

Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon 

 

Posting Komentar

0 Komentar