Penyebab Pembubaran HTI

 Penyebab Pembubaran HTI

2486080093_Hanhan Hasbiyani ridwan

Manusia, sebagai entitas sosial, tidak dapat dipisahkan dari interaksi dengan orang lain. Kebutuhan akan hubungan dan afiliasi mendorong manusia untuk bergabung dalam berbagai bentuk organisasi dan komunitas. Melalui keikutsertaan dalam organisasi kemasyarakatan, individu dapat mengekspresikan diri, membangun hubungan timbal balik, dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

Di era pasca-reformasi, Indonesia menghadapi tantangan global yang dinamis dan penuh ketidakpastian. Hal ini memicu perubahan cepat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk demokratisasi, keterbukaan, dan perkembangan teknologi informasi. Masyarakat semakin mengutamakan kebebasan, partisipasi aktif, dan penegakan hak asasi manusia, yang mengarah pada pembentukan berbagai asosiasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang beragam.

Perubahan ini membawa dampak signifikan pada dinamika sosial dan politik di Indonesia, dengan masyarakat yang semakin terdorong untuk terlibat dalam berbagai bentuk organisasi dan kegiatan sosial. Dengan demikian, organisasi kemasyarakatan menjadi wadah penting bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri dan mencapai tujuan bersama.

Pelarangan terhadap paham khilafah dan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Indonesia merupakan langkah tegas pemerintah yang sarat dengan pertimbangan ideologis, historis, dan konstitusional. Meskipun kebebasan berpendapat dijamin dalam demokrasi, namun ada batasan yang perlu ditegakkan ketika suatu paham atau gerakan dianggap bertentangan dengan dasar negara, mengancam keutuhan nasional, dan merusak tatanan sosial-politik yang telah disepakati bersama. Dalam konteks inilah pelarangan terhadap paham khilafah dan HTI perlu dipahami.

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa Indonesia bukan negara agama, melainkan negara yang berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya merupakan simbol, melainkan landasan filosofis dan ideologis yang mengikat seluruh elemen bangsa. Nilai-nilai dalam Pancasila, seperti kemanusiaan, persatuan, dan demokrasi, menjadi perekat keberagaman yang ada di Indonesia. Paham khilafah, yang ingin menggantikan sistem negara bangsa (nation-state) dengan sistem kekhalifahan Islam universal, secara langsung bertentangan dengan prinsip ini. Jika diterapkan, sistem khilafah akan menghapus bentuk negara Republik Indonesia, menggantikan konstitusi dengan hukum syariat, dan menyingkirkan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini menjadi konsensus nasional.

HTI sebagai organisasi yang mengusung agenda pendirian khilafah global secara ideologis juga menolak demokrasi, nasionalisme, dan pluralisme—tiga elemen penting dalam sistem kenegaraan Indonesia. Dalam banyak forum terbuka maupun literatur resminya, HTI menyatakan bahwa demokrasi adalah  sistem kufur karena menempatkan kedaulatan di tangan manusia, bukan di tangan Tuhan. Pandangan ini tidak hanya bertentangan dengan konstitusi Indonesia, tetapi juga merongrong fondasi demokrasi yang dibangun dengan susah payah sejak reformasi 1998. Menurut pemerintah, HTI tidak sekadar menyampaikan pendapat, tetapi telah melakukan aktivitas yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan mengancam keamanan nasional, sehingga dibubarkan pada tahun 2017 berdasarkan Perppu No. 2 Tahun 2017.

Dari sisi historis, bangsa Indonesia telah beberapa kali menghadapi upaya penggantian ideologi negara oleh kelompok-kelompok tertentu, baik dari kiri (seperti PKI) maupun kanan (seperti DI/TII dan HTI). Setiap kali upaya semacam itu muncul, yang terjadi adalah kekacauan, konflik sosial, dan keterbelahan di masyarakat. Pelajaran sejarah ini menjadi pengingat bahwa menjaga ideologi negara dan keutuhan bangsa bukan hanya soal hukum, tetapi juga tanggung jawab moral dan politik terhadap generasi yang akan datang.

Selain itu, keberadaan paham khilafah berpotensi menimbulkan polarisasi sosial yang tajam di masyarakat. Dalam konteks keberagaman agama, suku, dan budaya di Indonesia, gagasan tunggal tentang sistem pemerintahan berdasarkan tafsir agama tertentu akan menyingkirkan kelompok-kelompok minoritas. Ini berbahaya, karena dapat memicu diskriminasi, intoleransi, bahkan kekerasan atas nama agama. Padahal, Indonesia dibangun atas dasar konsensus kebhinekaan, bukan dominasi mayoritas.

Pelarangan HTI dan paham khilafah bukan berarti anti-Islam, karena Islam sendiri sangat dihargai dan dilindungi di Indonesia. Bahkan, Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang memberikan ruang luas bagi perkembangan pemikiran dan organisasi Islam. Namun, ketika ada ideologi yang mengusung Islam namun ingin mengganti dasar negara, menolak sistem demokrasi, dan tidak menghargai keberagaman, maka negara berkewajiban untuk bertindak.

Kesimpulannya, pelarangan terhadap paham khilafah dan HTI di Indonesia merupakan upaya perlindungan terhadap ideologi negara, keutuhan nasional, serta keberagaman sosial dan budaya yang menjadi identitas bangsa. Demokrasi memang memberi ruang kebebasan, tetapi bukan tanpa batas. Ketika sebuah gerakan membahayakan dasar negara dan potensi persatuan bangsa, maka pelarangan menjadi langkah yang sah dan logis dalam kerangka menjaga Indonesia tetap utuh, damai, dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.


Opini_Tugas Mata Kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan

Dosen Pengampu: Dr. Suwendi, M.Ag

Program Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Posting Komentar

0 Komentar