Penyebab Pembubaran HTI
Manusia, sebagai entitas sosial, tidak dapat
dipisahkan dari interaksi dengan orang lain. Kebutuhan akan hubungan dan
afiliasi mendorong manusia untuk bergabung dalam berbagai bentuk organisasi dan
komunitas. Melalui keikutsertaan dalam organisasi kemasyarakatan, individu
dapat mengekspresikan diri, membangun hubungan timbal balik, dan berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama.
Di era pasca-reformasi, Indonesia menghadapi
tantangan global yang dinamis dan penuh ketidakpastian. Hal ini memicu
perubahan cepat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk demokratisasi,
keterbukaan, dan perkembangan teknologi informasi. Masyarakat semakin
mengutamakan kebebasan, partisipasi aktif, dan penegakan hak asasi manusia,
yang mengarah pada pembentukan berbagai asosiasi sosial, politik, ekonomi, dan
budaya yang beragam.
Perubahan ini membawa dampak signifikan pada
dinamika sosial dan politik di Indonesia, dengan masyarakat yang semakin
terdorong untuk terlibat dalam berbagai bentuk organisasi dan kegiatan sosial.
Dengan demikian, organisasi kemasyarakatan menjadi wadah penting bagi
masyarakat untuk mengekspresikan diri dan mencapai tujuan bersama.
Pelarangan terhadap paham khilafah dan organisasi
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Indonesia merupakan langkah tegas pemerintah
yang sarat dengan pertimbangan ideologis, historis, dan konstitusional.
Meskipun kebebasan berpendapat dijamin dalam demokrasi, namun ada batasan yang
perlu ditegakkan ketika suatu paham atau gerakan dianggap bertentangan dengan
dasar negara, mengancam keutuhan nasional, dan merusak tatanan sosial-politik
yang telah disepakati bersama. Dalam konteks inilah pelarangan terhadap paham
khilafah dan HTI perlu dipahami.
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa Indonesia bukan
negara agama, melainkan negara yang berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai
dasar negara tidak hanya merupakan simbol, melainkan landasan filosofis dan
ideologis yang mengikat seluruh elemen bangsa. Nilai-nilai dalam Pancasila,
seperti kemanusiaan, persatuan, dan demokrasi, menjadi perekat keberagaman yang
ada di Indonesia. Paham khilafah, yang ingin menggantikan sistem negara bangsa
(nation-state) dengan sistem kekhalifahan Islam universal, secara langsung
bertentangan dengan prinsip ini. Jika diterapkan, sistem khilafah akan
menghapus bentuk negara Republik Indonesia, menggantikan konstitusi dengan
hukum syariat, dan menyingkirkan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini menjadi
konsensus nasional.
HTI sebagai organisasi yang mengusung agenda
pendirian khilafah global secara ideologis juga menolak demokrasi,
nasionalisme, dan pluralisme—tiga elemen penting dalam sistem kenegaraan
Indonesia. Dalam banyak forum terbuka maupun literatur resminya, HTI menyatakan
bahwa demokrasi adalah sistem kufur
karena menempatkan kedaulatan di tangan manusia, bukan di tangan Tuhan.
Pandangan ini tidak hanya bertentangan dengan konstitusi Indonesia, tetapi juga
merongrong fondasi demokrasi yang dibangun dengan susah payah sejak reformasi
1998. Menurut pemerintah, HTI tidak sekadar menyampaikan pendapat, tetapi telah
melakukan aktivitas yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan mengancam
keamanan nasional, sehingga dibubarkan pada tahun 2017 berdasarkan Perppu No. 2
Tahun 2017.
Dari sisi historis, bangsa Indonesia telah beberapa
kali menghadapi upaya penggantian ideologi negara oleh kelompok-kelompok
tertentu, baik dari kiri (seperti PKI) maupun kanan (seperti DI/TII dan HTI).
Setiap kali upaya semacam itu muncul, yang terjadi adalah kekacauan, konflik
sosial, dan keterbelahan di masyarakat. Pelajaran sejarah ini menjadi pengingat
bahwa menjaga ideologi negara dan keutuhan bangsa bukan hanya soal hukum,
tetapi juga tanggung jawab moral dan politik terhadap generasi yang akan
datang.
Selain itu, keberadaan paham khilafah berpotensi
menimbulkan polarisasi sosial yang tajam di masyarakat. Dalam konteks
keberagaman agama, suku, dan budaya di Indonesia, gagasan tunggal tentang
sistem pemerintahan berdasarkan tafsir agama tertentu akan menyingkirkan
kelompok-kelompok minoritas. Ini berbahaya, karena dapat memicu diskriminasi,
intoleransi, bahkan kekerasan atas nama agama. Padahal, Indonesia dibangun atas
dasar konsensus kebhinekaan, bukan dominasi mayoritas.
Pelarangan HTI dan paham khilafah bukan berarti
anti-Islam, karena Islam sendiri sangat dihargai dan dilindungi di Indonesia.
Bahkan, Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang
memberikan ruang luas bagi perkembangan pemikiran dan organisasi Islam. Namun,
ketika ada ideologi yang mengusung Islam namun ingin mengganti dasar negara,
menolak sistem demokrasi, dan tidak menghargai keberagaman, maka negara
berkewajiban untuk bertindak.
0 Komentar